Menguak Fakta Tentang Tradisi Penjamasan Pusaka Di Malam Satu Suro

Dalam kultur masyarakat Jawa, selain dikenal dengan keramahtamahan orangnya, kebudayaan jawa juga sudah akrab dengan kalimat “nguri-nguri kabudayan” (Melestarikan budaya). Itulah mengapa di era modern ini masih banyak adat dan tradisi masyarakat yang masih berlangsung hingga sekarang. Misalnya kenduren, siraman, sepasaran, ngapati (mapati), mitoni, tedak siten, bancak’an weton, larung sesaji bahkan penjamasan pusaka yang orang jawa biasa menyebutnya “Ngumbah Gaman”.

Penjamasan pusaka atau ngumbah gaman merupakan salah satu tradisi di kebudayaan dan adat jawa yang sudah turun – temurun dilakukan hingga saat ini. Dimalam satu Suro pun banyak dipercaya oleh masyarakat jawa bahwa malam ini adalah malam keramat. Ada beberapa orang yang meyakini bahwa malam satu Suro adalah malam yang penuh bala’, ada juga yang menyebut malam yang penuh kengerian serta kekuatan magis, sehingga orang – orang tua zaman dulu selalu berpesan kepada anak – anaknya agar tidak bepergian di malam satu Suro karena banyak marabahaya yang bahkan bisa mengancam jiwa.

Dari kepercayaan ini lah akhirnya mereka menyarankan keluarganya untuk tetap didalam rumah dan berdoa memohon keselamatan kepada Sang Pencipta, ada juga sebagian kalangan yang melakukan tapa bisu, dan hingga kini kepercayaan itu pun masih ada. Tetapi, untuk kalangan spiritual atau orang – orang yang mempelajari ilmu kebatinan, malam satu Suro adalah waktu yang tepat digunakan untuk memperkuat ilmu yang dimilikinya agar kekuatannya tidak luntur, termasuk menjamas serta meritualkan pusaka keramat yang dimiliki.

Berbicara tentang penjamasan pusaka, anda harus tahu terlebih dulu mengenai artinya, penjamasan berasal dari kata “jamas” yang artinya cuci, membersihkan atau mandi, sehingga bisa diartikan penjamasan pusaka adalah mencuci dan membersihkan benda pusaka yang dikeramatkan.

Sejarah dari tradisi penjamasan pusaka ini berawal dari keraton-keraton di Jawa yang melakukan ritual membersihkan benda pusaka di malam tahun baru Muharram atau satu Suro. Karena itulah kebiasaan ini akhirnya diikuti oleh para pemilk benda pusaka, mulai dari spiritualis, paranormal atau yang hanya sekedar kolektor. Mereka melakukan penjamasan pusaka tepat dimalam satu Suro, karena malam satu Suro ini dianggap sebagai malam yang paling kuat energi magisnya.

Meskipun Penjamasan pusaka memiliki arti membersihkan atau mencuci, tetapi tradisi ritual ini juga digunakan sebagai bentuk penghormatan terhadap benda-benda pusaka warisan leluhur agar tetap awet, terawat dan terjaga keasliannya.

Untuk para pemilik benda pusaka pribadi yang bukan milik keraton, rangkaian ritual penjamasan pusaka setiap bendanya pun beragam, ada yang dimulai dari hari sebelumnya, yaitu melakukan puasa ngebleng dan pati geni sehari semalam, namun ada juga yang tidak mengawalinya dengan puasa ini, namun intinya sama, yaitu untuk menjamas pusaka yang dimiliki.

Penjamasan pusaka tentu saja harus dilengkapi dengan adanya sesaji sebagai persembahan kepada Tuhan Pencipta alam, dewa, atau makhluk lain yang barangkali mendiami pusaka tersebut, serta sebagai salah satu upaya untuk berkomunikasi dengannya.

Adapun sesaji yang dibutuhkan dalam proses ritual penjamasan pusaka antara lain yaitu: kemenyan, nasi tumpeng, jadah pasar seperti kerupuk, rengginang, tape, rempeyek, kacang rebus, kedelai hitam, gudhangan (sayuran hijau yang di campur dengan parutan kelapa serta bumbu lainnya), bubur abang-putih, bubur sengkala, gedhang setangkep (biasanya berisi pisang raja dan pisang kepok), kembang setaman, sego golong (Nasi yang dikepal seukuran kepalan tangan manusia dan ditata sebanyak jumlah anggota keluarga), cok bakal (yang berisi telur ayam kampung, jahe, kencur, temulawak, kunyit, temu giring dan kembang setaman yang dimasukkan dalam takir atau daun pisang dibentuk menyerupai mangkok) tahu, tempe, ayam, ingkung serta satu lembar uang kertas.

Tempat penjamasan pusaka sebenarnya bebas, boleh dimana saja asalkan ditempat yang bersih dan suci. Zaman dahulu penjamasan pusaka kebanyakan dilakukan sendiri oleh pemilik benda pusaka tersebut di kediaman masing – masing, atau di sungai, di Kawasan air terjun, atau bisa juga ditempat – tempat yang diyakininya sebagai tempat keramat. Namun sekarang sudah banyak orang yang menawarkan jasa penjamasan pusaka untuk malam satu Suro, tak heran jika sekarang satu paranormal bisa menjamas puluhan pusaka dalam satu waktu bersamaan yaitu di malam satu Suro.

Setelah melakukan puasa ngebleng dan pati geni, penjamasan pusaka diawali dengan merendam pusaka tersebut menggunakan bahan-bahan khusus seperti air kelapa hijau, jeruk nipis, buang mengkudu (dihaluskan) dan asam matang. Perendaman ini bertujuan untuk menghilangkan karat yang kemungkinan menempel pada pusaka tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan pembersihan dan pewarangan untuk mengeluarkan bentuk pamornya. Meskipun terkesan sepele, penjamasan pusaka butuh keahlian khusus, karena meskipun bendanya berwujud jelas namun dalam benda pusaka apapun saya meyakini ada energi magis yang tersimpan didalamnya, sehingga si empunya atau penjamasnya harus paham betul tata cara menjamas pusaka yang dimilikinya. Itulah beberapa fakta tentang tradisi penjamasan pusaka yang harus anda ketahui