Tari Bedhaya Ketawang, Penghormatan Kepada Kanjeng Ratu Kidul
Adat kebudayaan jawa memang sangat kaya dan beragam, hal itu terbukti dengan banyaknya kesenian dan kebudaayaan yang samai detik ini masih di dipertahankan peninggalan leluhur di tanah jawa. Salah satunya adalah Tari bedhaya ketawang, yang mana tarian kebesaran dipertunjukkan saat acara penobatan dan tingalandalem jumenengan kasunanan Surakarta hadiningrat.
Tari Bedhaya ketawang ini dibawakan oleh 9 penari wanita yang memiliki posisi dan sebutan masing – masing yaitu:
- Penari pertama disebut Batak yang menyimbolkan pikiran dan jiwa
- Penari kedua disebut endhel ajeg yang menyimbolkan keinginan hati atau nafsu
- Penari ketiga disebut endhel ajeg yang menyimbolkan tungkai kanan
- Penari keempat disebut apit ngarep yang disimbolkan sebagai lengan kanan
- Penari kelima disebut Apit mburi sebagai symbol lengan kiri
- Penari keenam disebut apit meneg sebagai symbol tungkai kiri
- Penari ketuju disebut Gulu sebagai symbol badan atau tubuh
- Demikian juga penari ke delanan disebut dengan dada sebagai symbol badan juga
- Penari terakir atau kesembilan disebut sebagai buncit yang melambangkan organ seksual, bisa juga dipresentasikan sebagai konstelasi bitang bintang yang merupakan symbol tawangn atau langit.
Sebagai seorang penari tarian bedhaya ketawang, penari memiliki syarat wajib yaitu harus suci secara batiniah dan sedang tidak dating bulan. Sehingga sebelum pagelaran dilakukan para penari wajib melakukan tirakat yang sudah disyaratkan.
Kesucian penari benar benar diprhitungkan dalam hal ini karena konon Kanjeng ratu kidul akan menghampiri masuk dalam deretan penari dan menjadi penari ke 10, bahkan ada juga yang mengatakan bahwa Kanjeng Ratu kidul bisamemasuki salah satu raga dari 9 penari tersebut.
Karena begitu sakralnya tarian bedhaya ketawang ini baik penari maupun hadirin diwajibkan untuk mentaati beberapa syarat misalnya harus dengan keadaan khusyu’ dan hening demi khidmatnya pertunjukan tari bedhaya ketawang.
Tinginya nilai kesakralan tari bedhaya ketawang tidak hanya berhenti disitu saja, bahkan nama Tarian Bedhaya ketawang ini memiliki arti yang sangat besar yaitu “Bedhaya artinya penari” sedangkan ketawang diambil dari kata Tawang berarti langit. Yang mana bedhaya ketawang artinya mimiliki nilai yang luhur dan tinggi akan kesakralan.
busana yang digunakan para penari pun bukan asal asalan, melainkan wajib menggunakan dodot ageng atau yang biasa disebut dengan basahan biasanya digunakan oleh pengantin perempuan adat jawa yang didominasi warna hijau.
Tari Bedhaya Ketawang, Penghormatan Kepada Kanjeng Ratu Kidul
Sejarah Tari bedaya ketawang ini memiliki banyak versi diantaranya yaitu:
Tari Bedhaya ketawang menurut kitab Wedhapradagna, Tari beda ketawang ini Sultan Agung yaitu Raja Ketiga kerajaan Mataram sedang bersemedi, dalam perjalan spiritualnya tersebut sayup sayup terdengar alunan gamelan dan melihat Ratu kidul sedang menari. Kemudian Sultan Agung meminta Kanjeng Ratu kidul untuk mengajarkan tarian bedhaya ketwang tersebut kepada keempat orang yang dipercayainya yaitua, Panembahan Pubaya, Kyai Panjang Mas, Pangeran Karang Gayam II Dan Tumenggung Alap-alap yang dilakukan pada malam anggara kasih yaitu pada malam selasa kliwon.
Menurut versi mistik yang lain, tari bedhaya ketawang merupakan perwujudan tarian sakral penghormatan kepada Kanjeng Ratu kidul, yang melambangkan tentang cinta kasihnya kepada Raja Penguasa Mataram. Yang mana gerak geriknya menunjukkan bujuk rayu terhadap Panembahan senopati dan kanjeng ratu kidul tetap memohon agar ikut menetap di dsar samudra dan bersinggasana di Sakdhomas bale kencana bersama Kanjeng Ratu Kidul.